Orang yang mengalami gangguan jiwa biasanya identik dengan berbicara sendiri atau tertawa sendiri. Anda pun pasti berpikir demikian bukan ? Tahukah Anda kenapa gangguan jiwa identik seperti itu ? Tepat sekali, karena yang masyarakat awam tahu bahwa yang namanya gangguan jiwa itu adalah bicara dan tertawa sendiri, sehingga tidak jarang kalau orang yang mengalami gangguan jiwa namun belum sampai pada tahap tersebut (bicara dan tertawa sendiri) tidak dibawa ke rumah sakit jiwa. Oleh karena itu kasus gangguan jiwa terbanyak adalah dengan gejala bicara dan tertawa sendiri, yang disebut dengan Halusinasi.
A.Pengertian Halusinasi
Menurut Mary C TowsendHalusinasi adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami suatu perubahan dalam jumlah atau pola stimulus baik dari internal maupun eksternal yang dihubungkan dengan suatu kekurangan berlebih - lebihan, distori / kegagalan berespon terhadap setiap stimulus. Sementara menurut Budi Anna Keliat, Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan, artinya individu mendengar bisikan - bisikan tanpa adanya rangsangan dari luar dan orang lain tidak mendengarnya.
W.F Maramis berpendapat bahwa Halusinasi adalah penerimaan atau tanggapan pada panca indra seorang klien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik, ataupun histerik. Sementara Rasmun berpendapat bahwa Halusinasi adalah pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus sensori.
B. Psikodinamika
1. Etiologi
|
Tahukah
Anda apa penyebab dari halusinasi ? Awalnya klien yang mengalami halusinasi
sering melamun dan berangan-angan akibat dari kegagalan yang berulang-ulang,
sehingga klien berada dalam situasi yang penuh dengan stress. Sering melamun dan
berangan-angan inilah yang menyebabkan klien sering mengalami halusinasi.
Menurut
Anda, apa tanda dan gejala dari klien yang mengalami halusinasi ?
Berikut ini akan di uraikan
tentang tanda dan gejala pada klien dengan halusinasi, yaitu : Berbicara dan
tertawa sendiri, Mengatakan mendengar sesuatu, Merusak diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan, Tidak dapat
membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, Tidak dapat memusatkan perhatian, Pembicaraan
kacau, kadang tidak masuk akal, curiga dan bermusuhan, Menarik diri, menghindari orang lain, Sulit membuat keputusan, Mudah
tersinggung, jengkel dan marah, Muka merah kadang - kadang pucat, Ekspresi
wajah tegang.
2. Proses
Terjadinya Halusinasi
Tahukah
Anda bahwa halusinasi memiliki 4 (empat) fase ? Dibawah ini akan diuraikan
fase-fase halusinasi, yaitu :
1)
Fase pertama : Menyenangkan Kecemasan tingkat sedang, secara
umum halusinasi menyenangkan.Karakteristik
: Orang yang menderita Halusinasi mengalami peningkatan emosi, seperti cemas,
kesepian, merasa bersalah, dan perasaan takut serta mencoba untuk berfokus pada
kenyamanan untuk mengurangi kecemasannya. Perilaku yang dapat diobservasi
adalah: Menyeringai / tertawa tidak pada tempatnya, Penggerakan bibir tanpa
menimbulkan suara, Pergerakan mata dengan cepat, Diam membisu
2) Fase kedua :
Menyalahkan
Kecemasan
tingkat berat, secara umum halusinasi menjadi ancaman. Karakteristik
: Pengalaman sensori menjadi ancaman yang menakutkan. Orang yang menderita
halusinasi mulai merasakan hilang kontrol dan mulai menjauhi diri dari sumber
yang ada. Orang tersebut merasakan kebingungan oleh pengalaman sensori dan
menarik diri dari orang lain. Perilaku yang dapat diobservasi adalah :
a) Meningkatnya saraf - saraf otonom, tanda - tanda
kecemasan seperti meningkatnya tekanan darah, respirasi, dan ritrne jantung.
b) Bentuk
perhatian mulai terbatas dan menyempit.
c) Asyik sendiri
dengan pemgalaman sensori dan hilanganya kemampuan untuk membedakan halusinasi
dan realita.
3) Fase Ketiga : Mengendalikan
Kecemasan
tingkat berat, secara umum halusinasi menjadi penguasa. Karakteristik : Orang yang
mengalami halusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasinya dan
membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Bentuk halusinasi menjadi suatu kebutuhan.
Orang tersebut dapat mengalami
hidup menyendiri jika penngalaman sosialnya berakhir. Perilaku yang dapat
diobservasi adalah :
a) Petunjuk yang berasal dari halusinasinya akan
diikuti.
b) Kesulitan
bersosialisasi dengan orang lain.
c) Perhatiannya hanya beberapa menit atau detik.
d) Gejala fisik
dari kecemasan berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti
petunjuk.
4) Fase keempat:
Menaklukan
Kecemasan
tingkat panik Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan
delusi.
Karakteristik
: Pengalaman sensori dapat menjadi ancaman ketika orang tersebut tidak
mengikuti perintah. Halusinasi dapat berakhir dalam beberapa jam atau hari jika
tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku
yang dapat diobservasi adalah :
a) Bentuk teror seperti panik.
b) Potensial kuat untuk bunuh diri atau
pembunuhan.
c) Aktivitas fisik yang mengarah pada bentuk
halusinasi seperti agitasi, tindakan kekerasan, menarlk diri atau katatonia
d) Tidak dapat
berespon terhadap pengarahan atau petunjuk yang kompleks.
3. Jenis - jenis Halusinasi
Setelah Anda mempelajari fase-fase halusinasi, sekarang Anda akan
dijelaskan tentang jenis-jenis halusinasi yang terdiri dari 5 (lima) jenis
halusinasi, yaitu :
a. Halusinasi
pendengaran atau auditori
Klien mendengar
suara - suara
dan bunyi yang
tidak berhubungan dengan stimulus yang nyata dan orang lain tidak
mendengarnya.
b. Halusinasi
penglihatan atau visual
Pasien
melihat gambar yang jelas atau samar - samar tanpa stimulus yang nyata dan
orang lain tidak melihatnya.
c. Halusinasi
penciuman atau olfaktori
Pasien
mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan
orang lain tidak menciumnya.
d. Halusinasi
pengecapan atau gustatory
Pasien
merasa makan sesuatu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihat
pasien makan sesuatu yang nyata.
e. Halusinasi
perabaan atau taktil
Pasien
mengalami rasa sakit atau tidak enak pada stimulus yang nyata dan orang lain
tidak merasakannya.
4.
Komplikasi
Komplikasi
yang dapat terjadi pada klien dengan gangguan sensori : Halusinasi adalah: Perilaku
kekerasan, Gangguan proses informasi, Alam perasaan abnormal, Kurang Percaya
Diri, Rasa bermusuhan, Kehilangan motivasi.
C. Rentang
Respon
Rentang
respon klien dengan halusinasi dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon. Adapun
rentang respon yang terjadi pada klien yang mengalami gangguan sensori persepsi
halusinasi, dari adaptif sampai maladaptif adalah sebagai berikut:
1. Perubahan proses pikir
Klien yang
terganggu pikirannya sering berperilaku keheren.
2.
Perubahan pola persepsi
Persepsi dapat
diartikan sebagai reaksi dari respon terhadap rangsangan dari luar, kemudian
diikuti oleh pengalaman dan pemahaman tentang orang, benda ataupun lingkungan.
Perubahan pola persepsi dapat terjadi pada satu atau lebih bagian tubuh yaitu
pendengaran, pengecapan, penglihatan, perabaan, dan penciuman.
3.
Perubahan pola efek dan emosi
Efek berkaitan
dengan emosi tubuh individu, perubahan efek terjadi karena pasien berusaha
membuat jarak dengan perasaan tertentu. Perubahan efek yang biasa terjadi
adalah datar, tumpul, tidak sesuai, bcrlebihan, dan ambivalen.
4.
Perubahan Motorik
Perilaku motorik
dapat dimanifestasikan dengan peningkatan atau penurunan kegiatan motorik atau
impulsive.
5.
Perubahan sosial
Perkembangan hubungan sosial
yang tidak adekuat menyebabkan kegagalan individu untuk belajar dan
mempertahankan interaksi.
D.
Asuhan
Keperawatan
Setelah Anda mempelajari tentang konsep
halusinasi, sekarang Anda akan mempelajari Asuhan Keperawatan pada klien dengan
halusinasi. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan
terhadap klien halusinasi, seorang perawat harus mempunyai kesadaran yang
tinggi agar dapat mengenal dan menerima serta mengevaluasi perasaan sendiri
sehingga dapat menempatkan dirinya sebagai Therapeutik. Dalam memberikan Asuhan
Keperawatan terhadap klien dengan halusinasi, perawat harus bersikap jujur,
empati, terbuka, dan selalu memberi penghargaan, tetapi tidak boleh tenggelam,
juga menyangkal halusinasi yang klien alami. Asuhan Keperawatan dimulai dari
pengkajian sampai evaluasi.
1. Pengkajian Keperawatan
Pada
tahap ini perawat menggali faktor - faktor seperti faktor Predisposisi dan
faktor Prespitasi, Manifestasi perilaku dan Mekanisme koping.
a.
Faktor Predisposisi
Adalah faktor
resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh
individu untuk mengatasi stress. Hal ini dapat diperoleh baik dari klien maupun
dari keluarganya mengenai faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia,
psikologis, biologi yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress :
1)
Faktor Perkembangan
Jika seseorang
mengalami hambatan dengan tugas perkembangan dan hubungan interpersonal dengan
orang lain terganggu,
makaindividu akan dihadapi dengan stress dan kecemasan
pada dirinya.
2)
Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor
yang ada dilingkungan dan dimasyarakat dapat menyebabkan orang merasa diasingkan
atau disingkirkan, sehingga klien merasa kesepian dalam lingkungan dimana dia
berada, walaupun dia ada dalam lingkungan yang ramai.
3)
Faktor Biokimia
Faktor biokimia ini
mempunyai pengaruh terhadap terjadinya ganggtian jiwa dimana teori biokimia
menyatakan adanya peningkatan dari dopamine neurotransmiter yang diperkirakan
menghasilkan gejala peningkatan aktifitas yang berlebihan sehingga dapat
menghasilkan zat halusinogen.
4)
Faktor Psikologis
Hubungan
interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan stress dan kecemasan,
orang yang mengalami psikososial akan mengakibatan dan menghasilkan hubungan
yang penuh dengan kecemasan tinggi. Peran ganda yang bertentangan dan sering
diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan
berakhir dengan gangguan orientasi realita.
5)
Faktor Biologi
Dalam schizoprenia
belum diketahui gen yang berpengaruh, tetapi hasil penelitian menunjukan bahwa
faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor
Presipitasi
1) Biologis
Stressor
Biologis yang berhubumgan dengan respon neurobiologik yang maladaptif termasuk
:
a) Gangguan dalam
putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi.
b) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk pada
otak yang akan mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menggapai
rangsangan.
2) Stress Lingkungan
Secara
biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Pemicu Gejala
Pemicu merupakan stimulus
yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasanya
terdapat pada respon neurobiologik yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan
lingkungan, sikap dan perilaku klien. c. Manifestasi
1) Perilaku
Respon
klien terhadap halusinogen dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman,
gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, ancaman, dirinya atau orang lain.
Oleh karena itu aspek penting dalam melaksanakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien
tidak menyendiri sehingga
klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung,
2) Mekanisme Koping
Tiap
upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya menyelesaikan
masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri
dalam menghadapi rasa cemas. Pada halusinasi biasanya digunakan mekanisme
proyeksi yang dapat memberikan kemampuan pada ego untuk mengatasi rangsangan
yang mengancam dari luar sehingga mengurangi kecemasan.
2. Diagnosa Keperawatan
Stuart and Sundeen
mengatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan masalah
keperawatan yang mencakup baik respon sehat adaptif serta stressor yang
menunjang.
b. Diagnosa Keperawatan
1)
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Lihat
2)
Resiko Perilaku Kekerasan
3)
Isolasi Sosial
3. Perencanaan Keperawatan
a.
Diagnosa: Gangguan sensori
persepsi; halusinasi Lihat
Tujuan
umum = klien dapat berinteraksi
dengan orang lain
sehingga terjadinya halusinasi
Tujuan
khusus:
(1) Klien dapat membina hubungan
saling percaya
a. Sapa klien dengan ramah;
b. Perkenalkan
diri dengan sopan;
c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang
disukai klien;
d. Jelaskan
tujuan pertemuan;
e, Jujur dan
menempati janji;
f. Tunjukkan
sifat empati; dan
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar.
(2) Klien dapat
mengenal halusinasinya
a. Adakan kontak
sering dan singkat secara bertahap;
b. Observasi
tingkah laku klien dengan halusinasinya;
c. Bantu klien
mengenal halusinasinya; dan
d. Diskusikan
dengan klien mengenal situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi.
(3) Klien dapat
mengontrol halusinasinya
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang
dilakukan jika terjadi halusinasi;
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien,
jika bermanfaat beri pujian
c. Diskusikan
cara memutus atau mengontrol timbulnya halusinasi; dan
d.
Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan yang ada diruang perawatan
seperti TAK.
(4) Klien dapat dukungan dari keluarga untuk mengontrol halusinasinya.
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika halusinasi timbul
dan
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat
berkunjung) tentang gelaja halusinasi dan cara merawat anggota keluarga dengan
halusinasi
(5) Klien dapat
memanfaatkan obat dengan baik
a. Diskusikan
dengan keluarga tentang
dosis, frekuensi obat
dan manfaat obat;
b. Anjurkan klien
untuk meminta sendiri obat pada perawat
dan merasakan manfaatnya;
c. Anjurkan klien bicara pada dokter tanpa
konsultasi;
d. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi; dan
e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5
(lima) benar.
4. Pelaksanaan
Keperawatan
Menurut Budi Ana Keliat, Pelaksanaan keperawatan
merupakan tindakan yang diberikan oleh perawat dengan mencatat pelaksanaan
rencana keperawatan, menggunakan
strategi pelaksanaan (SP) yang terdiri dari SPI, SP2, SP3, SP4,
pemenuhan kriteria hasil dan tindakan keperawatan mandiri dan tindakan
kolaborasi. Tindakan keperawatan SP1
terdiri dari : membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi jenis
halusinasi, mengidentifikasi isi halusinasi, mengidentifikasi waktu halusinasi,
mengidentifikasi frekwensi halusinasi, mengidentifikasi situasi yang dapat
menimbulkan halusinasi, mengidentifikasi respon ketika halusinasi, mengajarkan
cara mengendalikan halusinasi dengan cara menghardik, menganjurkan klien
memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
SP2 terdiri dari : mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien, mengajarkan cara mengendalikan halusinasi dengan dengan cara
bercakap-cakap, menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. Tindakan
keperawatan SP3 yaitu : mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, mengajarkan
cara mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan, menganjurkan
klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. SP4 terdiri dari :
mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, mengajarkan cara mengendalikan
halusinasi dengan cara minum obat, menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal
kegiatan harian. Sementara itu terapi psikofarmaka yang diberikan adalah Haloperidol 3 x 5 mg, Trihexypenidyl 3 x 2 mg, CPZ 3 x 1.000 mg
5. Evaluasi
Keperawatan
Adapun
hasil akhir atau evaluasi yang diharapkan dari klien dengan halusinasi setelah
dilakukan implementasi adalah sebagai berikut :
Bahwa
klien dapat :
a) Menjelaskan waktu dan tempat terjadinya
halusinasi;
b) Menyebutkan
saat terjadinya halusinasi;
c) Membedakan hal yang nyata dan yang tidak
nyata;
d) Memilih cara
untuk mengatasi halusinasinya;
e) Berinteraksi dengan orang lain tanpa rasa
curiga;
f) Berespon sesuai dengan stimulasi dari luar
dirinya; dan
g) Pasien tidak mencederai diri sendiri orang
lain dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (2006). Kurikulum DIII Keperawatan. Jakarta :
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan
Depnaker dan Transmigrasi RI.
(2007). Penetapan SKKNI Jasa Kesehatan
Sub Sektor Jasa Pelayanan Kesehatan Bidang Perawatan. Jakarta : Depnaker
dan Transmigrasi RI
Keliat, dkk. (2006). Modul Basic Course – Community Mental Health
Nursing. Jakarta : FIK UI – WHO
_________ . (2006). Modul Intermadiate Course – Community Mental Health Nursing Tahap 3.
Jakarta : FIK UI – WHO
_________ . (2006). Modul Model Praktek Keperawatan
Proffesional. Jakarta : FIK – UI
Keliat dan Akemat. (2003). Terapi Aktifitas Kelompok Dalam Keperawatan
Jiwa. Jakarta : EGC
Keliat, Budi Ana. (1999). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta : EGC
Bagian Keperawatan Jiwa
Komunitas. (1998). Kumpulan Makalah
Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa : Kiat Komunikasi Terapeutik. Jakarta
: FIK – UI
NANDA I. (2007). Nursing Diagnoses : Definitions & Classification 2007 – 2008.
Philadelphia : NANDA International
Rawlins and
Heacock. (1993). Critical Manual of
Psychiatric Nursing. Second edition. St Louis : Mosby Year Book
DAFTAR
PUSTAKADAFTAR
PUSTAKADA
DAFTAR
PUSTAKA
DAFTAR
PUSTAKA
DAFTAR
PUSTAKA
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar